Badminton Just My Passion not My Destiny

Badminton Just My Passion not My Destiny

Sebut saja saya Bella (nama sebenarnya), pagi ini saya sempat merenungkan beberapa hal, sebenarnya tidak dalam situasi yang sebenarnya pula saya merenung. Pagi ini saya sedikit malas menyambut hari, bangun dari kasur yang diselimuti bendera negara Amerika Serikat itu. Bangun pun karena terpaksa, karena ada suara2 nyaring nan merdu temanku Agis yang menginstruksikan untuk segera bangun "Ayo Bel, banguuuuun !!!!", serasa masuk ke corong terompet anak-anak drumband STPI dan ##bOooOnnngggg##, pusing rasanya bangun karena kurang tidur. Setengah 2 pagi memejamkan mata dan memaksanya terbuka pukul setengah 6.

Kurang tidur bikin pusing, pusing bikin bad mood. Sudahlah kayaknya anak-anak juga tahu kalau aku sedang melancarkan jurus diam seribu bahasa yang dikolaborasi dengan jurus muka ditekuk seribu dan jurus mulut maju cocor bebek. Itu tandanya aku lagi bad mood , dasar moody ya memang begitu rasanya kalau punya teman kayak aku. If i got bad mood = SENGOL BACOK. hehehe..

Alhasil aku jadi malas berkecimpung dalam diskusi anak-anak kelas yang topicnya kayak twitter dan display radar. UPDATE EVERY SINGLE SECOND.  Diam, mulut kayak dilem pakai lem super lengket. Daripada aku kesurupan setan kelas Charlie yang kata orang baru aja keluar dari ST12 (loh..loh...salah persepsi), mending aku memikirkan sesuatu.

Sempat desperate juga saat terlintas pikiran kalau AKU TUH BODOH , Sekolah sudah 3 tahun tapi kok ya tentang penelitian nggak mumpuni sama sekali. Maklum efek pasca bimbingan skripsi. #bimbingan semalam "Kamu gak punya judul cadangan??", #$#%%## "nggak punya pak"...Ngoookk..krik..krik (sambil garuk2 kepala).

Jadi kepikiran metamorfosis diriku, kayaknya dari dulu memang aku gak punya bakat yang jelas deh. Dari TK, aku tuh anak yang cengeng, dikit2 nangis, main keluar rumah pulang2 nangis. hedeuuuhh (anak dusun alias anak kulon).hehehe

Waktu SD, ya meski aku selalu masuk peringkat 10 besar, but it's not extraordinary enough. Karena di sisi lain kelas, beberapa teman menyerahkan piala kemenangan mereka setelah ikut berlomba cerdas cermat antar sekolah.

Satu-satunya yang bisa aku banggakan adalah hobby ku bermain bulutangkis, tapi ya bangga di lingkungan yang tidak ada satupun orang yang bisa main badminton, nggak mengerti istilah2 cob, loob, dropshoot, jumping smash, dll. Karena di lingkungan itu membuat kita sedikit lebih ngartis. "eh, kamu Bella ya anaknya pak Sigit yang atlit bulutangkis itu ya?" ... #nyengir

Tapi di lingkungan yang mayoritas pemain bulutangkis semua, wedew. Udah kayak negara, ada status sosialnya. Mana yang kalangan atas, menengah, bawah, dan bawah sekali jelas terlihat dari cara permainan kita dan di klub mana kita bernaung. Waktu itu cukup di Pelatcab (Pelatihan Cabang) Kab. Tangerang aku memutuskan untuk fakum main bulutangkis untuk jenjang karir. Ya saat itu kelas 2 SMA, ada pemikiran bahwa udah sejauh ini, seumur ini kok aku belum bisa masuk ke klub bulutangkis raksasa di Indonesia ya (Jaya Raya, Tangkas Bogasari, Djarum Kudus, Suryanaga Bandung, dll). Kayaknya sudah cukup deh, bulutangkis just my passion but not my destiny.